Sabtu, 22 Juni 2013

Are you doing fine?

Diposting oleh Unknown di 09:14
Pagi ini, aku kangen kamu. Bodoh memang, tapi yang namanya kangen juga gak akan pernah salah. Iya, kan?
Mungkin kamu sekarang udah lupa dan bahagia di sana. Tapi aku di sini masih bertahan walaupun kamu gak tau itu. It's okey. Aku sayang sama kamu tulus dan gak minta balasan. Aku sayang kamu tanpa pamrih dan kamu gak harus tau itu, kok. :)
Sebenernya, aku juga pengin terbiasa kayak kamu yang udah biasa tanpa aku. Tapi, kamu tau ini sulit ><
Seandainya kamu tau gimana rasanya jadi aku, pasti kamu juga akan rasain gimana takutnya kehilangan (saat itu, sebelum kamu pergi). Dan semua kemungkinan di otakku tiba-tiba menguap setelah aku yakin: udah gak ada harapan.
Eum, anyway, are you doing fine at place without me by your side? I'm not fine because I hate to be alone ... .

Kamis, 20 Juni 2013

Untitled

Diposting oleh Unknown di 22:43
Kalian adalah salah satu hal berharga yang mungkin tak terganti
Karena kalian salah satu alasanku untuk bangun pagi dan tersenyum saat di sekolah.
Di antara kita selalu ada kesenjangan,
Namun, semuanya mulai pudar karna kebersamaan
Kalian adalah salah satu alasan untuk datang pagi ke sekolah
Bertemu kalian adalah anugerah yang Tuhan beri, karena aku tahu Tuhan Maha Baik
Tuhan memberiku malaikat-malaikat berhati baik seperti kalian
Malaikat yang hampir setiap harinya menemani walaupun untuk sekadar tertawa bersama

Kalian adalah keluarga
Tempat kembali saat aku merasa terluka, kalian adalah keluarga
Tapi aku tahu,
Suatu saat nanti, aku akan meninggalkan keluarga untuk menjadi lebih baik
Kalian tahu artinya apa?
Ya, kita … akan berpisah

Entah bagaimana waktu berjalan begitu cepat
Hingga saat-saat berpisah itu tiba, saat ini
Bahagia adalah melihat kita memakai baju kebesaran toga sebagai lulusan tahun 2013
Kita semua lulus, teman!

Aku akan merindukan saat-saat bersama kalian
Waktu yang berlalu menghangat ketika kita bersama
Mengenal kalian, hingga menjadi sedemikian dekat
Semua waktu bersama kalian adalah berharga
Percayalah, aku tidak akan melupakan masa-masa indah itu
Percayalah, karena kita adalah keluarga
Ada saatnya kita akan bertemu kembali setelah berpisah
Akan kutunggu saat-saat kita berjumpa lagi
Aku menyayangi kalian, selalu.


—untuk keluarga besar VII-B; VIII-A; terutama IX-B—

Rabu, 19 Juni 2013

Listen to me, please :'(

Diposting oleh Unknown di 14:26
Pernah tiba-tiba ngerasa kehilangan? Pas semua orang mulai menjauh dan hirauin kamu gitu aja? Pernah? I often feel like that.
Akhir-akhir ini mulai kehilangan satu persatu orang terdekat, rasanya sepi, kecewa, juga iri. Aku gak tau sejak kapan aku gak percaya sama yang namanya sahabat. Karna bahkan orang yang paling dekat—menurutku—adalah orang yang paling mudah nusuk kita. Dan aku mulai ngerasain itu.
Iri itu … ketika sahabatmu dapet perhatian lebih dan kamu gak dapet itu. kecewa itu … pas sahabatmu (bahkan) gak peka dengan apa yang kamu rasain, tapi orang lain justru peka kalo ‘kamu itu lagi gak baik-baik aja’.
Maybe I’m fine outside, but did you ever known that I’m so hurt inside?
Hah~
Dan sepi itu … ketika kamu lebih milih buat sendiri ketimbang ngerasa lebih sakit lagi. Aku udah ngerasain gimana sakitnya sepi, kecewa, juga iri. Ketiganya menguras air mata; dalam hati juga kurang nyaman. Mungkin keadaan seperti ini bisa disebut terpuruk.
Coba sekarang bayangin, gimana rasanya terpuruk—dan saat itu, orang yang kamu butuhin (sangat kamu butuhin) mulai menghilang satu-satu? Coba rasain, gimana sakitnya saat orang-orang yang kamu sayangi, justru mereka sumber rasa sakitmu? Rasanya kayak dibuang pelan-pelan. Tapi yang namanya dibuang—walaupun pelan-pelan—pasti bakalan dilupakan.

Pernah tiba-tiba ngerasa mati rasa? Aku pernah.

Selasa, 18 Juni 2013

Listen!

Diposting oleh Unknown di 11:54
Even though she's my friend, i'll never ever give her the man who I loved >/<

Minggu, 16 Juni 2013

Happy birthday, My sweetest thing!

Diposting oleh Unknown di 22:53
16 Juni 2013 (Ultahmu 17 Juni)
Entah udah berapa tahun aku masih aja 'ngerayain' ulang tahunmu. Engga bisa lupa dan mungkin bakalan selalu inget. Aku kangen banget sama kamu. Kangen banget sampe aku bisa gila karna saking kangennya. >/<
Bingung, lah, mau ngomong apa. Rasanya kayak ngomong secara langsung sama kamu *sigh* Oh ya, udah berapa lama yaa waktu berlalu. Rasanya cepeeet banget. Iya, kan?
Sebenernya, aku pengin jadi orang pertama yang ngucapin ke kamu (walaupun engga secara langsung). Karna kamu tahu, kita jauh :'(
Kamu di kota mana, sih? Enak engga di sana? :(
Aku mau cerita, dengerin yah! Ada seseorang yang nyaris ngerebut tempatmu di sini, lho. Aku engga sebut nama, yah! Eeh, tapi kamu engga marah, kan? Aku suka sama dia. Tapi tetep aku engga bisa lupa sama kamu. Kamu itu ... umm ... something special yang engga akan pernah terganti. Yaa, mungkin emang engga sekuat dulu.
Tapi, sayangnya, *lagi-lagi* dia suka sama seseorang. Dan orang yang dia suka itu ... temen dekatku. Bisa rasain gimana rasanya jadi aku, kan? Hh, relain aja lah. Toh juga mau pisah kan, yaa? *sigh again*
Besok aku wisuda. Kamu udah wisudaan belom? Waktu kita SD engga ada yang namanya wisuda-wisudaan kan yaa? Makanya, ini first time buat aku. Padahal baru kemarin kita lulus SD yaa? Padahal baru kemarin kita rekreasi bareng ke Malang? Dan perasaan baru kemarin aku kenal kamu.

And the last, happy birthday, My first romance. Wishing the best for your life; I wanna meet you (someday) when you've got your dreams! Fighting, darl! Makes your parents so proud of you, My sweetest thing! Lvyu :*

With all of my love,
Dian Agustin

Sabtu, 15 Juni 2013

That's why I can't forget you!

Diposting oleh Unknown di 14:10
Kenapa kamu baik, buat aku engga bisa benci kamu?
Kenapa kamu punya pesona yang bikin aku semakin suka?
Kenapa aku engga bisa lupain kamu? :'(

Jumat, 14 Juni 2013

The Sweet Marshmallow

Diposting oleh Unknown di 12:46
“Dia lebih membutuhkanmu,” ujar seorang pria berambut perunggu sembari mengutak-atik ponselnya. Lawan bicaranya, seorang laki-laki berkulit putih bersih, tersenyum lalu menggeleng.
            “Tapi dia lebih bahagia bersamamu,” balas Royan.
            Laki-laki berambut perunggu bernama Joe itu mengalihkan arah pandangnya, menatap sosok lawan bicaranya dalam-dalam. “Hanya perasaanmu saja.”
            “Tidak. Aku merelakannya untukmu, untuk kau sayangi dan cintai. Awas saja kalau kau berani membuatnya menangis!” ancam Royan sembari meninju pelan bahu Joe. Mereka tertawa ringan sebelum akhirnya Royan memutuskan untuk pergi lebih dulu.
***
Forget mulled wine or spiced cider, the perfect–and wonderfully indulgent–drink for winter is a steaming mug of hot chocolate.

City Bakery, West 18th Street, Manhattan, New York—saat musim dingin
            Karen menambahkan beberapa marshmallow pada secangkir cokelat panasnya. Asap tipis mengepul di sekitar cangkirnya. Tidak lama, Karen menghirup perlahan aroma cokelat panas bercampur marshmallow yang mulai meleleh di cangkirnya. Marshmallow berwarna putih manis kesukaannya. It’s time!
            Rasa manis dan lembut yang ditimbulkan marshmallow membuat sensasi di lidah Karen. Hangat minuman yang berhasil melewati tenggorokannya turut serta membuat senyum gadis itu mengembang. Kegamangan hatinya tiba-tiba menghilang ketika hangat dan lembut marshmallow melebur menjadi perpaduan yang begitu ia sukai.
            Matanya terbelalak ketika seorang pria tiba-tiba saja duduk di hadapannya—di bangku pojok kanan sebuah café. Karen mengerjap tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
            “Kau seperti melihat hantu,” kata pria berambut perunggu sambil mengangkat sebelah alisnya. Karen mengerjap lagi—kali ini sambil menepuk-nepuk pipinya pelan. Namun justru menimbulkan masalah baru untuknya: pipinya memerah.
            “Ah,” Gadis itu menyemburkan napasnya lega setelah berhasil menetralkan debaran jantungnya—walaupun ia sendiri masih belum sepenuhnya yakin. “Kupikir kau memang hantunya, Joe.”
            Joe tertawa pelan, lalu meneruskan pandangannya pada cangkir putih di depan Karen. “Dan kau—marshmallow lagi?”
            Merasa itu sebuah pertanyaan, Karen mengangguk sambil tersenyum tipis. “Kurasa kau gemar sekali menanyakan hal itu.” ujarnya. Ia mengalihkan arah pandangnya ke sudut café, bau-bauan minuman yang terasa hangat menempel pada dinding-dinding elegan café ini. Dengan lagu-lagu klasik yang mengalun lembut di udara—benar-benar menenangkan dan nyaman ketika salju-salju tipis bergelayut pada angin musim dingin di luar sana.
            Café sedikit lebih ramai hari ini—minggu yang dingin. “Kau tidak ingin memesan sesuatu?” tanyanya. Joe menggeleng pelan, lalu ia menjawab, “Musim dingin membuat perutku sulit menerima apa yang kumakan.”
            “Aneh.” gumamnya.
            “Ya, aku tahu.”
            Karen menyesap cokelat panasnya lagi—menyisakannya hingga separuh dan meletakkan kembali ke meja.
            “Hei, apa aku tidak salah lihat?” seru Joe sambil memerhatikan wajah Karen yang sehalus porselen. Gadis itu berkerut samar, “Hm?”
            “Pipimu bersemu, merah.” katanya. “kupikir itu efek karena tepukanmu tadi. Tapi beberapa detik yang lalu, aku mulai ragu karena efek bekas tepukanmu tidak hilang-hilang. Memudar pun tidak.”
            Karen melebarkan matanya yang sudah bulat sambil menunduk menyembunyikan pipinya. Ia benar-benar salah tingkah kali ini. Dan ia tahu ini bukan yang pertama kali ia rasakan—melainkan sejak pertemuan pertamanya dengan Joe.

Momofuku Milk Bar, Colombus Avenue, Manhattan, New York.
            “Ingin memesan sesuatu?” tanya seorang gadis manis—yang terlihat lebih mirip manekin—di balik etalase besar yang memamerkan kue-kue cantik yang menggoda. Sejenak Karen terpaku memandangi kue-kue cokelat yang berjajar rapi menunggu para pembeli.
            Karen mengalihkan pandangannya dan mengangguk, “Ya, aku ingin cornflakes marshmallow dan americano.” ujarnya bersemangat.
            “Oke,” sahut ‘gadis manekin’ itu sambil tersenyum ramah. “Segera kembali.” lanjutnya sambil berlalu memasuki sebuah ruangan khusus yang tidak ia ketahui tempat apa itu. Karen mengetuk-ngetukkan kukunya yang bercat oranye pada etalase sembari menunggu pelayan itu kembali. Matanya memandangi menu di sebuah papan tulis hitam—dengan tulisan dari kapur berwarna-warni.
            “Menurutmu minuman apa yang enak di sini?”
            Karen menoleh ke sumber suara—seorang laki-laki bertubuh tegap berambut perunggu dengan T-shirt hitam yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih pucat. Karen tiba-tiba berpikir bahwa mungkin saja laki-laki itu albino.
            “Kau bertanya kepadaku?” tanyanya sambil mengarahkan telunjuknya tepat di depan hidungnya. Laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya, “Mm, kurasa.” jawabnya.
            Karen menurunkan telunjuknya kikuk. “Mm, cappuccino—menurutku.”
            “Oke, aku pesan cappuccino.” seru laki-laki itu seraya menoleh ke arah pelayan di balik etalase besar itu. Karen mengikuti arah pandang laki-laki itu lalu tersenyum. Rupanya ‘gadis manekin’ itu telah kembali dengan pesanannya. Setelah menggumamkan ‘terima kasih’, Karen membawa pesanannya ke salah satu meja pengunjung.
            Seperti biasa, ia menghirup aroma kopi dalam-dalam. Meresapi nikmatnya aroma sedap yang ditimbulkan di setiap tarikan napasnya. Wajahnya turut menghangat terkena asap hangat kopinya.
            “Boleh aku duduk di sini?” suara ini mulai dikenal telinganya sejak beberapa menit yang lalu. Ia sangat yakin itu. Namun untuk memastikan, ia mendongak untuk melihat apakah telinganya dan otaknya masih ‘benar’.
            “Oh, tentu.” ujarnya dengan nada puas karena dugaannya benar. Laki-laki itu menggenggam secangkir yang ia tebak isinya cappuccino—tentu saja. Ia duduk di hadapan Karen dan mulai meminum cappuccino-nya. Karen mengangkat tangan ke dadanya yang tiba-tiba berdebar-debar. Ia tidak tahu apa yang baru saja ia rasakan itu. Dadanya berdebar dua kali lebih cepat daripada biasanya. Dan ia tidak bisa menyembunyikan senyum di bibirnya.
 “Kau benar.” gumam laki-laki itu.
            Karen mengernyit. “Cappuccino-nya enak sekali.”
            Kerutan di dahi Karen perlahan menghilang. “Senang mendengarnya.”
            “Aku Joe. Kau?”
           
            “Karen? Kau tidak mendengarku?”
            Karen mengerjap lagi dan lagi. Ingatannya terputar kembali pada beberapa bulan yang lalu. Pertemuannya dengan Joe. Lelaki yang saat ini duduk di depannya.
            “Maafkan aku… Aku hanya—” Joe memiringkan wajahnya menatap mata abu-abu milik Karen. “oke, lupakan.” Dan Karen langsung mengalihkan pandangannya.
            “Pekan lalu, Royan menemuiku,” ujarnya sontak membuat Karen menoleh. “Lalu? Mm, maksudku, apa yang dia katakan?”
            “Dia bilang … kau lebih bahagia bersamaku. Dan—”
            “Dan?”
            “Dan dia mengancamku—untuk tidak membuatmu menangis.” Karen mengangkat tangannya ke dahi, masih tidak percaya bila ia diperebutkan oleh Royan dan Joe. Ia tentu tidak ingin persahabatan di antara Royan dan Joe pecah karenanya. Astaga, ia bisa gila!
            “Oke, biar kutebak! Kau—”
            “Tentu saja aku bersedia.”

Kamis, 13 Juni 2013

Uhm, I wanna tell you something

Diposting oleh Unknown di 23:04


Postingan kali ini, uhm, cuma pengin cerita aja. >.<
Malam ini mulai buat outline novel, sih. Ceritanya sih engga terlalu rumit. Konfliknya juga masih sederhana. Tentang labil-nya remaja jaman sekarang (kayak aku!)
Sedikit trauma pake setting luar negeri. Mabok google maps dan terlalu males buat riset lebih dalam; itu salah satu alasannya. Selain itu, bingung cari nama yang pas buat karakter mereka (kan kalo settingnya luar negeri, ada tingkat kesulitan tersendiri, yaa *ngeles). At last, aku pake latar kota tercintahh! *oww!
Dan, puff! Surabaya jadi alternatif pilihanku! Wakaka ^^.
Semoga keterima di SMKN 1 Surabaya, deh! Biar riset settingnya lebih mudah. Aamiin! ^^
Targetku, sih, buat karakter masing-masing tokoh bener-bener hidup. Pray for me, Guys! ^^,
Daan semoga aku engga mandeg di tengah jalan sampe kehabisan ide, yaa hihihi *laugh

Bocoran untuk nama-nama tokoh (yang insya allah) gentayangan di proyek ini:
1. Alena Sandra
2. Jo Alva
3. Julian
4. Aron
5. Karen

Karakter tambahan:
1. Elita
2. Grisabella
3. Royan

Okee, sekian perjumpaan kita kali ini *apasih!
Doakan untuk proyek satu ini!
Good nite, Guys! :*

Regards,
Dian Agustin

Nottie :p

Diposting oleh Unknown di 18:25
Akhir-akhir ini hobi banget nge-blog. Mungkin karena selama ini bingung mau cerita ke siapa. Hahaha X)
Kalo nulis di diary (kaya biasanya), kok malah males banget, ya?
Anyway, this is the way I express my self. How about you, Guys? \^o^/

XOXO
Dian Agustin

Fiction?

Diposting oleh Unknown di 18:15
Abis sholat maghrib, iseng buka-buka buku pelajaran di meja belajar (maklum, udah selesai ujian jadi jarang buka buku lagi). Dari sampulnya, aku langsung ingat kalo aku pernah nulis something di situ. Yaa … mungkin kayak curhatan? Haha X)
Err... abis baca catatan ini, kok tiba-tiba engga percaya pernah se-galau itu. *plak
Baca sendiri, deh. Di buku bergambar daun maple (daun pas musim gugur itu, lho!) itu, tertulis tanggal pembuatan (cielah!) 30 April 2013. Wih, abis UN, kan? Aku aja nyaris lupa kalo pernah nulis ini. So, ini Cuma sekedar share aja. Fiksi atau engga-nya, engga penting! ^^v
Mari membaca! /.\

Catatan pertamaku, 30 April 2013
Ini bukan tentang bagaimana caraku mendefinisikan. Tapi bagaimana aku dapat merasakan. Aku akan menulis apa yang pernah kurasakan—kupastikan ini benar-benar tentang apa yang dapat dirasakan hatiku. Karena ini tentang cinta.
      Aku menyukai bagaimana caranya memandangku: dengan tatapan lembutnya, namun justru membuatku ingin cepat-cepat menunduk. Aku tidak tahu mengapa begitu. Yang jelas, saat itu kurasakan sesuatu yang berbeda dari biasanya menggelayutiku. Apa kalian bisa menjelaskannya untukku?
       Oh ya, satu lagi: aku juga menyukai bagaimana dia tertawa.
      Dengar, aku akan selalu menyukai caranya membahagiakan dirinya sendiri. Tapi aku tak tahu apakah aku juga akan menyukai caranya menyukai gadis lain? Bila itu benar-benar membuatnya bahagia?
      Pada akhirnya, aku mengetahui siapa gadis yang super beruntung itu. Gadis yang mampu membuat laki-laki yang kusuka jatuh cinta. Kumohon, jangan tanya bagaimana rasanya. Barangkali bila aku boleh memilih, lebih baik tak pernah ada rasa suka untuk laki-laki itu. Percayalah, cemburu itu lebih terdengar manusiawi!
      Tidak tahukah dia, bagaimana aku harus memalingkan wajah—menahan sakit hati saat mendengar kenyataan pahit itu langsung dari mulutnya? Bagaimana dia tega membuatku jauh lebih sedih ketika rasa itu hancur berkeping-keping? Bagaimana bingungnya aku mengatasi rasa sedihku? Bagaimana caraku mengekspresikan tentang hal yang terjadi padaku hari ini?
      Tentang apa yang kurasakan, tahukah dia?

What am I waiting for?

Diposting oleh Unknown di 15:15


I feel like waiting for something that isn't going to happen (_ _")
Just waiting, hoping, and wishing. I can't explain how painful it is. :'(

I'll be okay after it

Diposting oleh Unknown di 14:52


I'll be fine. Just not today.
Let me sad today, because it so hurtful
But I promise, I'll smile again tomorrow.

Dian Agustin

Share Pict

Diposting oleh Unknown di 14:44



What is it you need that makes your heart bleed?
Do you really know?
'Cause it doesn't show -____-

Rabu, 12 Juni 2013

Autumn Leaves

Diposting oleh Unknown di 00:21
Autumn on Her Window


Jumlah kata: 507 :')

Sore hari di Osaka, langit kemerahan menjadi latar musim gugur. Aku memandangi panorama itu dalam diam. Hanya berbataskan kaca tipis, antara aku dan daun-daun musim gugur. Entah bagaimana, yang kurasakan saat musim gugur tiba adalah kehampaan.
            Gaun longgar berbahan satin yang kukenakan tampak menyentuh lantai. Aku tahu, bodoh sekali menggunakan baju setipis itu saat musim gugur. Tapi biarlah, mungkin dengan hawa dingin musim gugur ini, aku bisa sejenak melupakan kehampaan itu.
            Tapi, hei, aku bahkan tidak tahu pasti apa yang membuatku merasakan perasaan menyiksa ini? Hanya karena ia tidak memilihku? Ini bukan yang pertama kali, seingatku. Ia bahkan sudah melakukannya berkali-kali kepadaku. Tapi aku menyayanginya, sepenuh hati. Tiba-tiba aku membenci kenyataan pahit bahwa kita adalah sahabat.
            Hanya sahabat; ingat itu! kau tidak boleh merusaknya—kau tidak boleh mencintainya!
            Mataku memanas meratapi kepedihan yang tiba-tiba menggelegak dalam dada. Sampai kapan terus begini? Menangisi kebodohanku; mencintainya. Dia yang bahkan tidak mencintaiku dan tidak pernah mengerti bagaimana perasaanku kepadanya.
            Sekuat tenaga, kutahan air mataku. Aku tidak boleh menangis sendirian. Aku sudah berjanji padanya—dan aku pantang mengingkari janji. Kualihkan perhatianku, memandangi daun-daun kecokelatan melalui jendela. Daun-daun maple masih berguguran seiring perjalanan musim gugur. Barangkali aku memang harus menyerah—berhenti mencintainya. Tapi bisakah? Karena hanya dia yang selama ini ada di hatiku. bagaimanapun akan sulit sekali menghapusnya tanpa bekas. Terkadang, hati terlihat seperti sebuah papan tulis: akan meninggalkan bekas—walaupun dihapus hingga sedemikian bersih. Tidak mudah mengubahnya seperti sedia kala.
            Kutundukkan kepalaku, tak tahu harus berpikir bagaimana lagi. Kalau boleh, aku ingin mengaku; aku lelah bila harus bertahan. Bertahan. Tubuhku bergetar lagi. Gejolak dalam dadaku mengalahkan logika. Bahkan aku tidak mengingat janji itu—karena aku mulai menangis. Kupeluk tubuhku yang dingin, sedingin hatiku. Tanpa tahu bagaimana bergetarnya kedua telapak tanganku saat aku menyilangkan keduanya pada lengan.
            Hingga aku merasakan sebuah tangan hangat yang menyentuh pundakku. Aku mengenali kehangatan yang ia timbulkan—begitu mengenali hingga mengagumi. Berjongkok, ia mengusap air mata yang sudah jatuh. Menatap dalam mata cokelat kayunya membuatku ingin menangis sekali lagi, aku tidak tahu perasaan macam apa yang mencoba menyusupi hatiku saat menatap matanya. Mata yang begitu kusukai.
            Ia menghela napas sambil mengelus lembut rambut cokelatku, “Gadis bodoh, mengapa kau mengingkari janjimu? Katakan padaku, hm?” katanya pelan. Dengan mata berkaca-kaca, kugenggam erat tangannya di pipiku. Aku menggeleng, namun tanpa senyum. Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi tenggorokanku justru sakit. Aku hanya diam sementara bulir-bulir air mata mulai jatuh satu persatu.
            Tangannya yang bebas meraih wajahku, “Ada yang ingin kausampaikan? Ceritakan padaku, aku ingin mendengarnya…,”
            “Mengapa kau selalu bersikap baik padaku? Kau tahu, sikapmu yang seperti ini, justru membuatku sering salah paham.” lirihku lalu menghindari tatapan teduhnya.
            Ia tidak menjawab, membuatku kembali mengangkat muka. Aku tidak tahu apa artinya, tapi ia hanya tersenyum. Perasaan ingin memiliki kembali mendominasi hati dan pikiranku, aku tidak tahu sejak kapan tanganku berani meraih tubuhnya hingga berada dalam pelukanku. Aku hanya ingin mengaku sekarang, karena aku tidak mau menunggu lebih lama lagi.
            “Aku mencintaimu. Aku bilang, aku mencintaimu…,” kataku di tengah isakan yang mendalam. “Kumohon jangan menyukai gadis lain lagi. Karena aku mencintaimu….”
            

Selasa, 11 Juni 2013

Dear, My Eighteen :'(

Diposting oleh Unknown di 18:57
Dear, my eighteen,
            Kamu apa kabar? Baik, kan? Uhm, akhir-akhir ini udah jarang ketemu, kan? Bahkan kalo aku lewat, kamu udah engga pernah nyapa aku lagi. Tapi bukan itu yang buat aku sedih -___- justru, karena kamu cuma nyapa dia yang waktu itu jalan di sampingku. Itu yang buat aku sedih *cried* segitu sukanya yaa sampe aku engga kamu pandang lagi? Heey, seengganya sebagai teman, lah. Kenapa sih?! Rasanya pengen nangis waktu itu. Kamu inget waktu itu aku buang muka, kan?
            Padahal aku udah janji bakalan engga ketemu kamu lagi. Tapi kalo liat sikapmu ini justru buat aku semakin sakit—semakin benci kamu! Omongan cewe mana sih yang pernah bener? Seenggaknya kita (para cewe) engga bisa konsisten sama janji yang kita buat sendiri. Itu cewe. Kayak aku.
            Kamu tahu? Aku sempet pengen bilang suka ke kamu. Waktu itu aku mikir, aku bakalan bilang suka ke kamu abis selesai UN. Tapi setelah UN, justru aku tahu hal yang buat aku mundur. Yang buat aku semakin pengen benci kamu, kenapa harus dia? Kenapa harus suka sama dia? Aku lebih rela kalo kamu suka cewe lain—selain dia. But, see? Kenapa harus dia, sayang?



Kamis, 06 Juni 2013

Quotes #10

Diposting oleh Unknown di 23:58
"Tak perlu kamu mencari lagi dimana tulang rusukmu, aku disini yang menjadi tulang rusukmu."
Anonim

Quotes #9

Diposting oleh Unknown di 23:56
"Ironi Cinta :
Wanita mencintai laki-laki yang menyakitinya.
Laki-laki menyakiti wanita yang mencintainya."

Mario Teguh

Quotes #8

Diposting oleh Unknown di 23:54
"Dalam cinta, kamu mungkin mencintai yang salah, menangis untuk alasan yang salah, tapi semua itu membantumu menemukan dia yang tepat." 
Anonim

Quotes #7

Diposting oleh Unknown di 23:52
"Dengan sentuhan cinta setiap orang menjadi penyair."
Plato

Quotes #6

Diposting oleh Unknown di 23:50
"Ketika lirih hujan membuat rinduku terdiam."
Dian Agustin

Quotes #5

Diposting oleh Unknown di 23:45
"Tak pernah kurasakan sebelumnya, bahagiaku. Seperti jalinan fantasi, pikirku. Namun tatapanmu membuatku kembali percaya. Karena bahagia bersamamu adalah tautan nyata."
Dian Agustin

Quotes #4

Diposting oleh Unknown di 23:41
"Ketika bibirmu meretas senyum, untukku. Segala hancur dan luka hati karenamu menguap begitu saja."
Dian Agustin

Quotes #3

Diposting oleh Unknown di 23:37
"Bahagia itu sederhana. Ketika hati lebih memahami tentang rasa. Karena yang kutahu, hati lebih tahu." 
Dian Agustin
 

About My Feelings Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea