Selasa, 15 Januari 2013

And this is my books! :)

Diposting oleh Unknown di 14:16
Umm, bukan bermaksud pamer. Cuma, anggap aja ini motivasi buat kalian-kalian: nerbitin buku itu gampang, kok. Asal ada niat dan mau ngerjain. :)
"Kalau kamu bilang: membaca itu sangat membosankan, kamu salah besar!"

Oke, deh, cekidot! enjoy! :)
Wrap... wrap!
 1. Melupakan #3 -- Penerbit Harfeey (Desember, 2012)
     FF-ku berjudul, "Namanya Joel."

2. First Love Stories #5 -- Penerbit Goresan Pena (Desember, 2012)
    Cerpenku berjudul, "Because of My Tears"


3. Akhirnya Tulisanku Terbit Juga #4 -- Penerbit Goresan Pena (November, 2012)
    FTS-ku berjudul, "Nomor 29!"

4. Kesetiaan Hati Sang Bintang -- DeKa Publisher (Desember, 2012)
    FF-ku berjudul, "Suamiku, Azar..."

5. Dinamika Cerita -- Penerbit Harfeey (November, 2012)
    FF-ku berjudul, "Guguran Daun Momiji."



Hmm, doain, ya, bisa cepet-cepet punya buku solo (baca: novel) ._.V
Oke, sampai jumpa di postingan berikutnya...!!
Pay-pay! =) *hugs*

Dian

Senin, 14 Januari 2013

Cerpen, “Tentangmu…”

Diposting oleh Unknown di 21:17


Insp. Lagu Vierra-Semua Tentangmu.

                 Tak ada yang istimewa malam ini. Sama seperti malam-malam sebelumnya. Bintang menunjukkan gugusannya membentuk berbagai rasi yang entah apa namanya, aku tak tahu. Setia menemani bulan yang tampak memantulkan cahaya sang surya. Menjadi penyemarak kelabunya langit malam.
                 Setiap insan pasti memiliki pandangan masing-masing. Mereka mempunyai cara sendiri untuk menerjang kerasnya kehidupan. Seperti halnya aku yang mempunyai sudut pandang tersendiri dalam kisahku. Menunggu dan menanti, hal yang sangat tak kusukai. Menunggu tanpa sebuah kepastian. Akankah dia kembali? Cinta pertama yang pergi meninggalkanku dengan luka yang mendalam dihati. Cinta pertama yang membawaku terbang ke awan penuh warna dan membuatku terjatuh! Aku sakit! Namun, segenap hatiku tak dapat memungkiri bahwa aku masih mencintainya.
                 Terkadang aku merasa capai. Mengapa dia tega meninggalkanku? Namun, kenapa aku slalu menunggunya? Karena aku sayang dia!

Cinta itu buta…
Cinta itu rumit…
Cinta itu butuh pengorbanan…

Aku rasa, semua benar! Yeah, benar untukku.
*****
Semua tentangmu
Selalu membekas dihati ini
Cerita cinta kita berdua
Akan selalu…
                 ‘Dunia akan terasa lebih indah bila diwarnai dengan cinta’ Benarkah? Bagaimana kalau ini, ‘Sebelum mengenal cinta, baiknya siapkan dirimu untuk sakit hati’. Umm, kurasa lebih benar kalimat kedua. Cinta dan sakit hati datangnya satu paket. Bagaimanapun saat kau merasakan apa itu ‘cinta’, maka bersiaplah merasakan juga yang namanya ‘sakit hati’.
                 Aku tersenyum miris. Aku kembali menatap sebuah kotak musik berbentuk hati berwarna merah jambu ditanganku. Aku menatapnya seraya mengingat wajahmu kala itu. Kau berika senyum manismu kepadaku. Ah, mengingatnya membuat hatiku makin teriris.
                 Hujan sangat lebat, mengguyur Kota Hujan hari ini. Aku terdiam menatap lelehan air hujan yang mengalir dibalik jendela kamarku. Aku tersentak kaget saat tiba-tiba kulihat seseorang yang kukenal, basah kuyup di teras rumahku.
                 “Alby?”
                 Dia tampak menggigil kedinginan. Setelah mempersilahkannya duduk, aku segera masuk kembali untuk mengambil sebuah handuk dan menyeduhkannya secangkir cokelat panas, lalu kembali menemui Alby yang tengah menungguku. Hujan masih setia mengguyur Kota Bogor, siang ini.
                 “Mengapa kamu nekat kesini? Aku rasa kamu bisa sakit setelah ini.” Ujarku khawatir. Alby mengusap rambut basahnya dengan handuk. Dia terlihat sangat tampan ketika seperti itu.
                 “Tenanglah, aku tak akan sakit setelah ini. Kamu terlalu mengkhawatirkanku,”
                 Alby Haykal Al-Fariz, selalu saja begitu. Aku mengkhawtirkannya karena aku sayang dia…
                 “Ini…” Alby memberiku sebuah kado yang memang kutunggu darinya. “Selamat ulang tahun, sayang! Semoga kamu semakin dewasa, semakin kuat, dan semakin… eh?” Harapnya terhenti karna aku langsung mendekapnya. Aku menangis haru dipundaknya. Alby mengusap lembut rambut kecokelatanku yang tergerai lurus. “dan semakin cantik!” Lanjutnya ketika aku telah melepaskan pelukanku. Aku tersenyum ketika Alby tiba-tiba menghapus air mataku yang meleleh dikedua pipiku dengan ibu jarinya.
                 “Aku tahu, kamu adalah gadis yang cantik ketika tersenyum. Jadi, tersenyumlah untukku, Za. Aku juga tahu kenapa kedua orang tuamu memberimu nama ‘Embun Yeritza’, karena oang yang melihatmu tersenyum akan mendapat kesejukan dihatinya. Seperti aku…”
                 Alby membelai lembut rambutku. Dia memang selalu membuatku senang. Dia rela hujan-hujanan demi memberi sebuah hadiah ulang tahun untukku. Tuhan, malaikat apa yang kau kirim untukku ini? Dia sangat baik untukku…
                 “Terima kasih! Terima kasih atas semuanya. Kasih sayang kamu, pengorbanan kamu, dan semuanya. A-aku tak tahu bagaimana membalasmu. A-aku–” Alby menempelkan telunjuknya kebibirku yang langsung mengatup.
                 “Kamu sayang aku?” Tanyanya yang dibalas anggukanku.
                 “Kamu cinta aku?” lagi-lagi aku mengangguk. Tertoreh sebuah senyuman yang khas dibibirnya, menimbulkan sebuah lesung pipit dipipi kirinya. Dia mendekat dan mencium keningku lembut. Aku memejamkan mata menikmati sentuhan itu.
                 “Aku juga!”

                 Perih sekali untukku mengingatnya. Kenangan yang menurutku –dulu- sangat manis, menorehkan luka yang cukup dalam dihati. Membuatku meringis perih. Ah, sudahlah! Itu masa lalu, bukan?
*****
Semua kenangan
Tak mungkin bisa
Kulupakan, kuhilangkan
Takkan mungkin kubiarkan
Cinta kita berakhir…

                 Bagaimana rasanya jika orang yang kau sayangi, kau cintai, tiba-tiba berubah menjauhimu? Ah, saat itulah kau selalu bertanya-tanya, ‘Kenapa dia menjauhiku? Apa salahku?’.
                 Aku pun begitu, akhir-akhir ini Alby selalu menjauhiku. Setiap aku mendekatinya, dia selalu menjauh dariku. Setiap kali aku mengajaknya jalan, dia selalu menolak dengan berbagai alasan. Seperti saat itu…

                 Hari ini, aku pulang sekolah lebih cepat. Entahlah, temanku bilang, guru-guru sedang ada workshop. Setelah mengemasi buku-buku yang berserakan di meja, aku segera meninggalkan ruang kelas yang sudah mulai sepi. Kulangkahkan kakiku lemas melalui ruang-ruang yang sepi. Seperti biasa, aku menunggu pak Wodjo –supirku- di depan gerbang sekolah, sendiri. Tiba-tiba, aku melihat Alby yang kurasa juga akan pulang. Kuhentikan langkahnya dan menyapanya. Dia menjawabnya sangat datar, biasa dan terkesan sedikit kaku.
                 “Umm, bagaimana kalau kita nanti jalan-jalan. Sudah lama sekali kita tidak jalan berdua. Kudengar, di dekat restaurant seafood ujung jalan, ada bazar! Umm, bolehkah kita pergi berdua?” Ucapku takut-takut.
                 “Maaf, tapi aku sudah berjanji akan menemani papa dan mama ke rumah saudara. Kamu bisa datang dengan Mas Ben –kakakku- kalau kamu mau. Maaf!” Alby mengacak pelan rambutku dan melenggang pergi. Begitu saja? Argh! Rasanya aku ingin menangis. Menangis sekencang-kencangnya dan berteriak menumpahkan semua yang mengganjal dipikiranku.

                 Mengapa semua pria diciptakan bersama keegoisannya? Dan mengapa wanita diciptakan bersama kelemahannya? Hey, aku kuat! Aku tak rapuh!
*****
Ku tak rela…
Ku tak ingin kau lepaskan semua,
Ikatan tali cinta
Yang tlah kita buat slama ini…

                 12 bulan lebih 13 hari. Umur hubunganku denganmu, Alby. Dan kau tahu? Sudah 13 hari juga kau menghiraukanku, Alby. Apakah kau tahu bagaimana hatiku saat ini? Hancur. Sakit. Tak berbentuk. Sama seperti saat itu, kau buat hati ini hancur berkeping-keping!
                 Dima janji manismu dulu? Saat kau bilang ‘aku cinta kamu!’ argh! Dimana kenangan manis, sangat manis yang kau ciptakan untukku? Saat kau kecup hangat keningku. Dimana, Alby? Dimana?!! Apa kau tak memiliki hati –lagi-?

Bogor, 15.30 WIB.
Drrt. Drrt. Drrt.
                 Suara getar ponsel mengagetkanku. Aku yang sedang melamun di atas ranjang, segera meraih ponsel berwarna putih itu.

1 pesan diterima.

Siapa? Tanpa pikir  panjang, segera kutekan tombol ‘buka’ di ponselku.
From: 081332415994
Ak tunggu kmu di restoran seafood biasax.
‘Alby’

                 Mataku membulat saat aku melihat nama ‘Alby’ dilayar ponselku. Betapa senangnya aku… Aku segera bersiap-siap dan bergegas menemui Alby.
                 Mataku menyapu setiap bangku di restaurant. Aku menarik ke dua sudut bibirku saat mataku menemukan Alby yang tengah duduk sendiri sembari melambaikan tangan ke arahku.
                 “Maaf, lama. Huh! Sudah lama menungguku?” Tanyaku sembari menempatkan posisi dudukku –menghadap Alby-.
                 “Tak apa… Za, aku mau bicara sesuatu ke kamu…”
                 “Mau bicara apa?” Keningku berlipat-lipat heran.
                 “Ehm, kita putus, yah?”
Jleb! Bagai dihujam ribuan pedang sembilu, mampu membuatku merasakan sakit yang teramat sangat rasanya. Kata-kata yang selalu kutakutkan, keluar dari mulut Alby.
                 “A-apa…?” Air mataku mulai menggenang dipelupuk mataku. Kau tega, Alby!!
                 “Maaf, tapi kurasa, sudah tak ada lagi kecocokan diantara kita. Dan kurasa… putus jalan terbaik…” Terbaik? Apa maksudmu, Alby?!! Apa kau bodoh?! Ini buruk untukku!!
                 “Jaga dirimu baik-baik, Za… kamu punya tempat istimewa dihatiku,” Alby bangkit dari kursinya dan mencondongkan sedikit tubuhnya untuk mencium keningku. Ah, aku rindu padamu, By! Mengapa kau tega membuatku sesakit ini?!
                 “Tetap tersenyum, embun-ku!” Alby mengacak-acak lembut poniku dan beranjak pergi. Aku masih terdiam di bangku ini, air mataku sudah menetes sedari tadi. Hatiku perih, sakit! Aku menenggelamkan kepalaku diantara kedua tanganku dan menangis hingga aku… kau tentu tahu bagaimana aku saat ini…
*****
Aku disini…
Slalu menanti…
Ku takkan letih menunggumu…

                 Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Dan sampai saat ini aku masih menunggumu, Alby. Aku tahu, kau takkan kembali disini, di sampingku. Bagaimana mungkin aku terbang mencari cinta yang lain, saat sayap-sayapku telah patah karnamu… tapi percayalah, semua tentangmu, akan selalu membekas dihatiku ini. Karena kaulah, cinta pertamaku…

-The End-

"Tentang Seseorang"

Diposting oleh Unknown di 21:15
Ini coretan udah lama, tadi barusan nemu di fb. Hope you like, ya!
Enjoy the story...!! Cekidot!
 ***
Aku menikmati indahnya malam melalui balkon rumahku. Aku tak canggung untuk menghirup udara malam dan menikmati setiap aroma yang menyeruak tajam ke rongga hidungku. Langit tampak muram, tak mau memunculkan bintang dengan berbagai rasinya. Jangankan bintang, bulan pun enggan menorehkan senyumnya. Pikiranku mulai melayang terbang, mengingat kejadian-kejadian yang sangat indah, bersamamu…
            Seseorang yang saat itu mengisi setiap ruang kosong di hati. Yang kala itu juga membantuku bangkit dari masa lalu yang kelam. Mewarnai hari-hariku dengan senyum menawan yang seolah-olah menyihirku untuk membalas senyumnya. Ahh! Dia sungguh sempurna! Walau aku pun percaya, tak seorang pun diciptakan sempurna, kecuali Yang Maha Kuasa. Namun, kini aku merasa, entah bagaimana, dialah sosok terang dalam hidupku.
            Lamunanku pecah saat tiba-tiba kilat menyeruat menampakkan kejutan, seketika langit benderang dan redup lagi. Selang beberapa saat, suara petir mulai menggelegar memekakkan telinga. Disusul jatuhnya setetes air beserta kawannya yang kian banyak dan lebat. Rupanya hujan telah turun.
            Aku merapatkan jaket yang membalut tubuhku. Saat kurasa separuh pori-pori kulitku tertutup menyimpan hangatnya suhu tubuh agar tidak terkontaminasi dengan udara dingin. Hujan kian lebat, hingga jarak pandangku tak lebih dari lima belas meter. Kulihat, jalanan di depan rumah yang mulai tergenang air hujan. Aku menghirup dalam-dalam aroma khas yang timbul saat hujan mulai merebak memasuki rongga hidungku. Segar.
            Aku mendongak saat tiba-tiba pria bertubuh tegap berdiri tepat di hadapanku. Ia menorehkan sebuah senyuman untukku. Sungguh menawan! Aku membalas senyumnya hangat.
            “Sayang, ayo masuk… aku tak mau kamu sakit,” tuturnya lembut seraya melingkarkan kedua tangannya ke pinggangku. Heum! Sikapnya yang lembut membuatku semakin mencintainya sepenuh jiwa. Sebenarnya aku masih enggan beranjak dari tempat ini, aku masih ingin menikmati curahan hujan yang meluncur bebas di depanku. Menghirup setiap aroma khas yang ditimbulkannya. Tapi, aku pun tak mau membuatnya kecewa. Aku rasa, aku pun bisa terserang flu bila tetap berdiri disini.
            “Ah, ya! Baiklah!” ia menuntunku untuk masuk. Menggenggam erat tanganku. Membawaku melangkah dengan senyum bahagia.

Minggu, 13 Januari 2013

Cerpen, “When It Rains”

Diposting oleh Unknown di 15:35


 Seoul, 16 July 2009

            Langit Kota Seoul tampak muram ketika seorang yeoja[1] berambut cokelat duduk terdiam di salah satu kursi café. Pandangan yeoja bermata hazel itu terkesan kosong menatap secangkir cokelat panas di depannya. Ia menatap cokelat panas itu lama, namun tak beniat untuk meminumnya.
            Pikirannya diselimuti kenangan masa lalu yang baginya terasa pahit. Dua tahun lalu, tepat di hari dan tempat yang sama, ia bertemu seorang namja[2] berbelahan dagu sempurna, namanya Lee Soo Yeon. Mata namja itu berwarna cokelat kayu dengan bibir tipis yang begitu memesona. Namun sayang, namja itu terlanjur melukis luka dalam di hati yeoja bernama Kim Na Mi itu. Hingga Na Mi benar-benar jera untuk jatuh cinta lagi. Memang apa salah yeoja polos itu?


Ji Won’s Nest Café

            Telunjuk mungil seorang yeoja tampak menggores lembut permukaan kaca yang berembun. Titik-titik air hujan yang menempel di bagian luar kaca tampak leleh perlahan, lalu bersatu dengan titik air di bawahnya, membuat titik-titik air tersebut jatuh bersamaan. Sudut bibir yeoja itu terangkat membentuk sebuah senyuman ketika telunjuknya berhasil membentuk gambar hati. Di sisi kanan gambar hati tersebut tertulis nama sang yeoja itu sendiri. Sedang di sisi kiri gambar hati … tidak ditulis apapun. Na Mi hanya membuat tiga buah titik di sana.
            Yeoja itu tersentak saat sebuah tangan menyentuh bahunya, membuatnya refleks menoleh ke arah seseorang yang telah berani mengusiknya. Na Mi melongo saat mendapati seorang namja tampan berdiri di hadapannya. Tangan kiri namja itu menggenggam lengan sebuah cangkir yang Na Mi tebak isinya kopi.
            Lamunan Na Mi buyar ketika namja itu melambai-lambaikan tangannya di dekat wajah Na Mi. Ia merasakan pipinya memanas karena ia ketahuan terpesona akan ketampanan namja di depannya.
            “Mm, bolehkah aku duduk di sini, Nona? Semua kursi telah penuh, kecuali kursimu ini. Jadi, bagaimana?” kata namja tampan itu sesaat setelah ia memasukkan salah satu tangannya yang bebas ke saku celananya. Na Mi segera menyebarkan pandangannya ke seluruh sudut café. Benar saja, hanya kursinya yang kosong. Na Mi membuang nafas pendek lalu mengangguk ke arah namja itu. Senyum tersungging di bibir tipis sang namja.
            “Terima kasih… Mm, Kim Na Mi,” ujar namja itu setelah melihat name tag di serangam yang dikenakan Na Mi. Na Mi sedikit kaget namun ia langsung mengulas senyum manisnya. Ia sungguh baru menyadari bahwa namja yang duduk di hadapannya itu juga memakai seragam seperti yang ia kenakan. Itu artinya … mereka sesekolah!
            “Namaku Lee Soo Yeon.”
***
            Bibir Na Mi menunjukkan sesungging senyum miris. Hatinya masih saja berdebar kala mengingat wajah namja yang telah tega menggores sayatan-sayatan tepat di hati sucinya yang bahkan belum pernah dijamah seorang namja pun. Sebutir airmatanya jatuh meluncur cepat di pipi kemerahannya. Nafasnya menderu pelan, melawan sakit batinnya yang belum kunjung pulih.
            Hingga suara seorang pelayang café membuat tangannya refleks mengusap kasar airmata yang merebak di permukaan kulit pipinya.
            “Apa Anda ingin memesan sesuatu, Nona?” Tanya pelayan bermata sipit kepada Na Mi. Na Mi menggeleng pelan. “Mm, tidak, terima kasih.”
            Pelayan itu mengangguk lalu mulai meninggalkan meja Na Mi. Yeoja itu mengulurkan tangannya meraih cangkir di depannya yang telah mendingin, lalu menyesapnya perlahan.


Na Mi semakin gencar mendekati namja tampan bernama Lee Soo Yeon itu. Na Mi memang begitu menyukainya. Jika tidak, tidak mungkin yeoja satu itu berdiri di lapangan basket sekolah demi untuk melihat namja idamannya bermain basket. Oh, astaga!
            Sekolah sudah sepi, karena jam pulang sekolah sudah lewat sekitar setengah jam lalu. Namun, Na Mi lebih memilih menemani Lee Soo Yeon bermain basket. Padahal langit telah menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan. Yeoja itu seakan tidak peduli.
            Na Mi mengulurkan sebotol mineral ke arah Soo Yeon yang tubuhnya basah akan keringat. Na Mi begitu senang memandangi namja yang sudah duduk di bangku putih panjang, –di samping Na Mi– karena ia terlihat sangat seksi dengan tubuh mengkilat karena keringat.
            Lee Soo Yeon menerima botol mineral itu lalu menengguknya sampai habis. Wajah Na Mi seketika berubah melihat botol mineralnya yang tak berisi lagi. Tragis. Padahal ia juga haus.
            “Kau … menghabiskannya, huh!” teriak Na Mi sambil matanya menatap botol malang dalam genggaman Soo Yeon.
            Dengan wajah tanpa dosa, Soo Yeon malah bertanya,”Lalu?”
            “Apa maksudmu ‘lalu’?” yeoja itu mulai geram.
            “Bukankah air ini untukku? Mengapa kau juga menginginkannya?”
            Yeoja itu sedikit menggembungkan pipinya, bibirnya mengerucut lucu. Membuat namja di sampingnya mati-matian menahan tawa. Na Mi semakin mengerucutkan bibirnya sebal.
            Aih, namja gila!!
            “Ini!” Na Mi menyodorkan sebuah handuk kecil dengan perasaan sebal. Namja itu diam saja, tidak menerimanya.
            “Tidak perlu. Aku membawanya juga,”
            Na Mi semakin sebal saat Soo Yeon menolak handuknya. Wajahnya memerah karena marah juga … malu. Ia lalu bangkit dan meraih tas ranselnya. Kemudian berjalan cepat meninggalkan namja yang terus memanggil namanya itu.
***
Terlalu sadis caramu….

Kapas berarak berwarna keabuan itu kembali menumpahkan tangisnya ke muka bumi. Seorang yeoja menyusuri koridor menuju kelas Soo Yeon dengan perasaan berdebar. Manik matanya membulat saat terfokus pada dua sosok yang duduk berhadapan. Oh, Tuhan! Itu Soo Yeon dan … Ki Mi, saudara kembar Na Mi. buru-buru Na Mi mundur dan berdiri di dekat pintu.
“Bagaimana menurutmu? Kudengar, dia menyukaimu,” Tanya Ki Mi dengan nada menggoda.
“Maksudmu … Na Mi-ah?” kali ini suara khas Soo Yeon.
“Iya. Bagaimana kalau Na Mi tahu, kau mendekatinya karenaku? Bagaimana kalau Na Mi tahu … kau menyukaiku?”
Deg! Ada perih di hati Na Mi, tangan kirinya terangkat menutup mulutnya seakan tidak percaya kenyataan pahit di hadapannya. Tidak, ini hanya  mimpi!
Lee Soo Yeon berdiam cukup lama. Cukup lama untuk membuat si penguping dan pendengar penasaran. Jantung Na Mi berdegup kencang, airmatanya telah mengumpul di pelupuk matanya, belum ingin terjatuh….
Namja itu tertawa kecil.
Chagi[3], dengar, aku tidak pernah memberi tanda padanya kalau aku menyukainya, karena aku memang tidak menyukainya. Mm … dia gadis yang aneh dan keras kepala. Lalu, sekarang apa masalahnya? Aku hanya menyukaimu, percayalah.”
Na Mi tak sanggup lagi. Mungkin ini jawaban atas perasaannya. Sebuah penolakan. Ya, penolakan yang pada akhirnya memaksanya menguapkan rasanya terhadap namja yang kini dibencinya. Namja yang dengan sengaja memahat luka dalam di hati Na Mi.
Dengan langkah terseok, ia memegangi dinding sebagai penopangnya. Bulir-bulir kristal yang mengaburkan pandangannya, perlahan mulai merebak di pipi kemerahannya.

Yeoja itu melangkah lunglai menuju bangku putih tempatnya biasanya duduk bersama Soo Yeon, memandangi namja itu yang tengah bermain basket saat mendung seperti ini.
Airmata di pipinya telah mengering, namun tampak meninggalkan bekas di kedua pipinya. Yeoja manis itu menghirup nafas panjang. Mencoba menghilangkan rasa sesak hatinya yang masih terasa perih.

Matanya memandang sekeliling. Sepi. Langit sudah berhenti menangis, namun menyisakan titik-titik air di pucuk dedaunan. Udara semakin dingin ketika yeoja itu melirik arloji kuning yang melingkar indah di pergelangan tangan kirinya. Pukul lima sore, rasanya masih sulit untuknya pulang ke rumah dan bertemu saudara kembarnya. Entah, yeoja itu tidak tahu sampai kapan ia akan tetap duduk di sini.
“Hey! Apa yang kau lakukan di sini? Ki Mi mencarimu, kau tahu?!” Na Mi tidak menoleh karena ia hafal betul suara namja di belakangnya itu.
Hanya karena Ki Mi … hanya karena Ki Mi Soo Yeon mencariku ….
“Kau tidak mendengarku, ne[4]?” bentak Soo Yeon.
“Pergilah,” kata Na Mi namun terdengar seperti berbisik. Entah mengapa, tenaganya seakan terkuras habis. Bahkan untuk berteriak saja, ia tidak bisa. Otaknya lagi-lagi memaksanya untuk menurunkan tetesan air mata dari mata sembabnya.
“Kau menangis?” lirih namja yang kini telah berdiri di hadapan yeoja yang lebih memilih membuang muka daripada harus meraung-raung karena wajah namja yang begitu disukainya itu.
Na Mi lalu berdiri dan menatap mata namja di depannya.
“KENAPA?!” teriak yeoja itu meluapkan gejolak perih di jiwanya.
“Kenapa kau bersikap sok baik padaku? Aku benci! Benci pada diriku sendiri yang tak pernah berarti untukmu! Dan apapun yang kulakukan untuk menarik perhatianmu, aku tidak pernah ada di matamu, di pikiranmu, bahkan di hatimu, bukan? Kenapa? Kenapa harus dia? KENAPA HARUS KI MI?!”
Meledak. Segala bertanyaan yang terus memutari pikiran Na Mi telah diungkapkannya. Ia menarik nafas panjang ketika jantungnya berdebar-debar karena amarah yang sedari tadi dipendamnya. Airmatanya meleleh kian banyak di pipinya. Ia benar-benar tak bisa mengendalikan hatinya saat ini. Ia bingung. Ia lelah. Yeoja itu lelah dipermainkan.
“Kau … mendengarnya?” Soo Yeon menatap Na Mi tidak percaya.
“Dengar, mulai sekarang, hidupmu akan tenang tanpa diriku! Gadis aneh dan keras kepala, begitu katamu? Aku menyesal bertemu denganmu, aku menyesal mengenalmu, dan aku menyesal telah menyukaimu, Soo Yeon!!”
Setelah mengucapkan serentetan kata itu, Na Mi berlari menjauhi namja yang kini tengah meremas rambutnya sendiri
***
Aku bukan menghapusmu … karena memang tidak akan bisa!
Aku hanya menghapus peranmu di hatiku ….

Yeoja itu meletakkan cangkirnya kembali ke meja di depannya. Sesaat kemudian, ia meraih tas tangannya lalu bengkit keluar café. Namun naas, hujan kembali mengguyur jalanan Seoul kali ini. Membuat yeoja itu merutuki hujan yang tiba-tiba menunaikan tugasnya mengguyur bumi. Ia juga merutuki dirinya yang tidak membawa payung hari itu, padahal biasanya ia tidak pernah absen membawa payung.
“Ck, sial!” Na Mi mengumpat pelan.
Tiba-tiba, sebuah payung terkembang di atasnya. Membuatnya mengangkat wajah untuk melihat siapa si empunya payung. Na Mi tersentak, jantungnya berdegup dua kali lebih cepat, ujung-ujung jemarinya tiba-tiba mendingin. Getar-getar di hatinya masih jelas terasa. Seperti dulu, saat ia berhadapan dengan namja itu.
“Hai,” sapa namja itu ramah.
Lee Soo Yeon ….
***
Ket:
[1] Gadis
[2] Pemuda
[3] Sayang
[4] Ya

Kamis, 10 Januari 2013

FF, "Tanpa Kekasih..."

Diposting oleh Unknown di 13:21

Insp. Lagu Agnes Monica-Tanpa Kekasihku..

Senja yang indah! Sang surya nampak meredupkan sinar keemasannya. Langit jingga mulai menyemburat dalam kanvas biru. Burung-burung berkicau riang membelai sang mega jingga dalam damai. Hingga sang mega kembali menorehkan senyum menawannya.
Kehidupan akan terus berjalan. Waktu pun terus berputar. Siapa yang mampu menghentikannya? Menghentikan waktu yang enggan untuk berhenti. Bukan hidup yang memerumitku, tapi akulah yang memerumit kehidupan. Memaksanya berhenti untuk sejenak saja memberiku kesempatan merengkuhnya walau dalam waktu yang singkat.
Tapi apalah dayaku, waktu enggan memberiku kesempatan, memberiku kesempatan yang takkan ku minta kembali. Siapa yang kejam?
Aku kembali berkutat pada perasaan yang terus berkecamuk dalam dada. Perasaan indah yang terbangun dengan kokohnya. Membingkai hati yang entah siapa pemiliknya.

*****
Langit begitu gelap…
Hujan tak juga reda…
Ku harus menyaksikan
Cintaku terenggut tak terselamatkan…

Kembali teringat dalam benakku. Peristiwa yang akan hadir dalam memory otakku. Kepergian seseorang yang amat berharga dalam setiap hembusan napasku. Kekasihku…

Langit muram terselimuti awan hitam. Kilat mulai menyambar-nyambar. Disusul sehutan petir yang membahana. Rintik-rintik hujan mulai meluncur bebas semakin lama, semakin besar volumenya.
Aku dan Alva berjalan beriringan melewati gedung-gedung kampus dengan langkah cepat. Menghindari amukan sang langit yang masih menurunkan tetes-tetes airnya. Aku mencoba mendahului langkah besar Alva, kekasihku. Alva mengalah. Ia berhenti dan menatapku yang masih saja berjalan sembari sesekali menoleh kea rah tubuh jakungnya.
“Baik, aku tahu aku salah! Maafkan aku, Lova!” Putusnya dengan suara yang makin rendah, namun mampu membuatku terhenti. Aku menoleh ke arahnya sembari menatap kedua mata hitamnya, mencari sebuah kejujuran dari kedua manik matanya.
“Jangan bahas! Kumohon, biarkan aku pergi,” Sahutku tegas. Aku melihatnya kecewa dengan jawabanku. Namun, aku lebih kecewa padanya. Ah! Sudahlah… lupakan! Saat aku akan berbalik, aku mendengar teriakan Alva dan saat itu juga, sebuah tangan melempar tubuhku menjauh dari tempatku berdiri.

BRAKH!!!
            Aku mencoba membuka mataku yang sempat tertutup karena kepalaku terbentur sesuatu. Argh! Perih sekali kepalaku…
            “Alva…” panggilku lirih beradu dengan suara deru air hujan. Aku melihatnya! Ya! Kekasihku tertimpa sebuah pot cukup besar dengan darah yang mengalir dari kepalanya. Aku terdiam beberapa saat. Aku masih belum percaya dengan apa yang terjadi. Hingga kedua manik mataku mengeluarkan tetes demi tetes air mata.
            “ALVAAA!!!”

Ingin ku ulang hari…
Ingin ku perbaiki…
Kau sangat kubutuhkan,
Beraninya kau pergi dan tak kembali…

*****
            Alva, maafkan aku yang tak mampu menjadi yang terbaik untukmu. Maafkan aku yang terlalu egois kepadamu. Maafkan, karena aku, kau mengalami semua ini…
Aku tak rela kau pergi karenaku… maafkan aku! Aku menyesal! Aku lebih rela jika aku yang pergi, aku rela menggantikanmu disana…
            Alva, tunggu aku di surga, ala keabadian. Seperti cintaku padamu yang akan selalu abadi…

Ku biarkan senyumku
Menari di udara…
Biar semua tahu…
Kematian tak mengakhiri cinta…
 

About My Feelings Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea