Pipinya
memanas. Tapi ia tidak bisa merasakan perih bekas tamparan laki-laki itu di
pipinya. Di dalam sini jauh lebih perih, di hatinya. Laki-laki itu benar-benar
menamparnya di hadapan banyak orang tanpa mempedulikan bagaimana itu bisa saja
melukai perasaannya.
“Kita impas! Kau juga berkhianat!”
cetus laki-laki bernama Sean itu. Laki-laki yang baru seminggu yang lalu putus
hubungan dengannya.
Gadis itu tidak membalas ucapan
Sean, melainkan hanya menatap laki-laki itu dengan pandangan yang sulit diartikan.
Gadis itu hanya berusaha menyembunyikan rasa kecewanya dengan raut marahnya.
Itu hanya kedok. Ia benar-benar merasa hancur ketika dituduh seperti itu.
Terlebih orang yang menuduhnya berkhianat adalah orang yang masih dijadikan
harapan untuknya.
“Awalnya aku ingin mengajakmu
kembali lagi kepadaku, aku ingin mengaku salah. Tapi apa yang kulihat hari ini
telah membuktikan bahwa selama ini aku benar. Kau memang tidak pantas untuk
dipertahankan!”
Setetes air matanya jatuh. Ucapan
itu terlalu menyakitkan. Seolah-olah dalam keadaan seperti ini hanya ia saja
yang bersalah. Ia masih tidak ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi
kepada Sean karena memang tidak ada gunanya. Laki-laki itu telah banyak
berubah, ia benar-benar telah kehilangan Sean-nya yang dulu. Namun ia cukup
tahu diri, ia tidak ingin berharap Sean-nya kembali.
“Sean, aku tidak tahu mengapa aku
harus menjadikanmu satu-satunya saat aku hanya kaujadikan sebagai pilihan?
Egois!” gadis itu terus meneguhkan
hatinya, show must go on.
“Tapi mengapa harus dia, Sella?
Mengapa kau kembali pada musuhku?” Sean masih bertahan dengan tatapan sinisnya
saat ia menunjuk ke arah laki-laki lain yang berdiri tak jauh dari mereka
berdiri. Sella sempat melupakan keberadaan Abiel di dekatnya. Pandangan tak
kalah sinis juga dihujamkan Abiel pada Sean. Laki-laki itu semakin gusar saat
Sean mengucap kata ‘musuh’ sebagai kata ganti namanya.
“Musuhmu bukan berarti musuhku!”
Sella menyeka lagi air mata yang sudah jatuh sebelum melanjutkan perkataannya.
“Mengapa kau bertanya begitu? Bukankah aku tidak pernah bertanya alasanmu
berselingkuh dengan kakakku?”
Sella sangat sadar bahwa
perkataannya cukup menyentil Sean. Terbukti saat Sean tidak balas menyanggah
perkataannya seperti biasanya. Mengingat sifat alami Sean yang tidak mau kalah
dan disalahkan.
“Sekali lagi, kau egois, Sean!”
Setelahnya, Sella benar-benar meninggalkan Sean yang masih terdiam kaku.