Enjoy the story...!! Cekidot!
***
Aku menikmati
indahnya malam melalui balkon rumahku. Aku tak canggung untuk menghirup udara
malam dan menikmati setiap aroma yang menyeruak tajam ke rongga hidungku. Langit
tampak muram, tak mau memunculkan bintang dengan berbagai rasinya. Jangankan
bintang, bulan pun enggan menorehkan senyumnya. Pikiranku mulai melayang
terbang, mengingat kejadian-kejadian yang sangat indah, bersamamu…
Seseorang yang saat itu mengisi setiap
ruang kosong di hati. Yang kala itu juga membantuku bangkit dari masa lalu yang
kelam. Mewarnai hari-hariku dengan senyum menawan yang seolah-olah menyihirku
untuk membalas senyumnya. Ahh! Dia sungguh sempurna! Walau aku pun percaya, tak
seorang pun diciptakan sempurna, kecuali Yang Maha Kuasa. Namun, kini aku
merasa, entah bagaimana, dialah sosok terang dalam hidupku.
Lamunanku pecah saat tiba-tiba kilat
menyeruat menampakkan kejutan, seketika langit benderang dan redup lagi. Selang
beberapa saat, suara petir mulai menggelegar memekakkan telinga. Disusul
jatuhnya setetes air beserta kawannya yang kian banyak dan lebat. Rupanya hujan
telah turun.
Aku merapatkan jaket yang membalut
tubuhku. Saat kurasa separuh pori-pori kulitku tertutup menyimpan hangatnya
suhu tubuh agar tidak terkontaminasi dengan udara dingin. Hujan kian lebat,
hingga jarak pandangku tak lebih dari lima
belas meter. Kulihat, jalanan di depan rumah yang mulai tergenang air hujan.
Aku menghirup dalam-dalam aroma khas yang timbul saat hujan mulai merebak
memasuki rongga hidungku. Segar.
Aku mendongak saat tiba-tiba pria
bertubuh tegap berdiri tepat di hadapanku. Ia menorehkan sebuah senyuman
untukku. Sungguh menawan! Aku membalas senyumnya hangat.
“Sayang, ayo masuk… aku tak mau kamu
sakit,” tuturnya lembut seraya melingkarkan kedua tangannya ke pinggangku.
Heum! Sikapnya yang lembut membuatku semakin mencintainya sepenuh jiwa.
Sebenarnya aku masih enggan beranjak dari tempat ini, aku masih ingin menikmati
curahan hujan yang meluncur bebas di depanku. Menghirup setiap aroma khas yang
ditimbulkannya. Tapi, aku pun tak mau membuatnya kecewa. Aku rasa, aku pun bisa
terserang flu bila tetap berdiri disini.
“Ah, ya! Baiklah!” ia menuntunku
untuk masuk. Menggenggam erat tanganku. Membawaku melangkah dengan senyum
bahagia.